HASIL ujian nasional (Unas) untuk SMA/MA/SMK se-Jatim tahun ajaran 2008/2009 jeblok. Siswa yang tidak lulus jumlahnya meningkat dibanding hasil unas tahun ajaran 2007/2008. Tahun ini, sebanyak 15.078 dari 316.039 pelajar sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), dan sekolah menengah kejuruan (SMK) se-Jawa Timur yang mengikuti unas pada 20-24 April lalu, dinyatakan tidak lulus.
�Jumlah pelajar SMA/MA yang tidak lulus meningkat karena tahun ajaran 2007/2008 tercatat 3,07 persen yang tidak lulus. Tapi tahun ajaran 2008/2009 justru 4,38 persen,� kata Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jatim, Drs Suwanto MSi, saat dikonfirmasi usai mengumumkan hasil Unas SMA/SMK/MA dan penyerahan DIKHUN Tahun Pelajaran 2008/2009 di Kantor Diknas Jatim Jl. Gentengkali Surabaya, Sabtu (13/6) kemarin.
Dia mengatakan jumlah pelajar SMK di Jatim yang tidak lulus juga meningkat dari 3,12 persen (2007/2008) menjadi 5,48 persen. �Kami belum tahu penyebab ketidaklulusan itu, tapi jangan mencari kambing hitam. Fakta yang ada hendaknya menjadi bahan evaluasi bagi dinas pendidikan, sekolah, kepala sekolah, guru, dan orangtua,� katanya.
Untuk SMA, kata Suwanto, yang tidak lulus dari jurusan Bahasa sebanyak 224 siswa dari sekitar 3.316 peserta atau 6,75 persen. Lalu disusul jurusan IPS sebanyak 3.401 siswa tidak lulus dari sekitar 73.353 peserta atau mencapai 4,64 persen, dan jurusan IPA sebanyak 1.636 siswa tak lulus dari 69.047 peserta atau mencapai 2,37 persen. �Total peserta Unas SMA se-Jatim sebanyak 145.716 siswa dan yang tidak lulus sebanyak 5.261 siswa atau sekitar 3,61 persen,� katanya.
Sedang untuk MA, jurusan terbanyak tidak lulus adalah IPS sebanyak 2.753 siswa dari 39.295 peserta atau mencapai 7,00 persen. Kemudian jurusan Bahasa sebanyak 242 siswa dari 3.692 peserta atau mencapai 6,55 persen dan jurusan IPA sebanyak 648 siswa dari 14.774 peserta atau mencapai 4,38 persen. �Total peserta unas MA se-Jatim sebanyak 57.761 siswa dan yang tidak lulus sebanyak 3.643 siswa atau mencapai 6,30 persen,� terang Suwanto.
Sementara untuk SMK, dari 112.562 peserta, siswa yang tidak lulus sebanyak 6.174 orang atau sekitar 5,48 persen. �Dibanding tahun sebelumnya jelas terjadi kenaikan ketidaklulusan sebab pada tahun ajaran 2007/2008, dari 109.331 peserta, yang tidak lulus hanya 4.047 siswa atau sekitar 3,12 persen,� kata mantan Kadis Infokom Pemprop Jatim ini.
Begitu pula dengan nilai rata-rata mata pelajaran di tingkat rayon. Nilai untuk jurusan bahasa SMA juga menempati peringkat terbawah yaitu sebesar 7,41. Sedang dari 38 Kab/Kota di Jatim, yang mampu mendapatkan nilai di atas nilai rata-rata ada sebanyak 53,85%. Yang di bawah nilai rata-rata sebanyak 46,15%.
Peringkat 5 besar tingkat rayon Unas SMA Bahasa ditempati Kota Pasuruan dengan nilai 8,48, Kota Probolinggo (8,37), Kab. Pasuruan (8,35), Kab. Trenggalek (8,32), dan Kab. Sidoarjo (8,30). Unas SMA untuk jurusan IPS, nilai rata-rata tingkat rayon adalah sebesar 7,46. Kemudian di atas nilai rata-rata sebanyak 57,89% dan yang di bawah nilai rata-rata sebanyak 42,11%. Peringkat 5 besar tingkat rayon Unas SMA IPS ditempati Kab. Lamongan dengan nilai 7,92, Kab. Pasuruan (7,87), Kota Pasuruan (7,81), Kab. Lumajang (7,78), dan Kab. Sidoarjo (7,72).
Nilai rata-rata tingkat rayon Unas SMA yang tertinggi jatuh pada jurusan IPA dengan nilai sebesar 8,04.
Kemudian yang mendapatkan nilai di atas nilai rata-rata sebanyak 60,53% dan di bawah nilai rata-rata sebanyak 39,47%. Peringkat 5 besar tingkat rayon Unas SMA IPA masing-masing Kota Pasuruan 8,48, Kota Probolinggo (8,37), Kab. Pasuruan (8,35), Kab. Trenggalek (8,32), dan Kab. Sidoarjo (8,30).
Menurut Suwanto, peringkat yang diraih suatu daerah dalam nilai rata-rata rayon, tidak otomatis siswanya meraih nilai tertinggi seperti terlihat hasil sepuluh besar siswa terbaik dalam perolehan hasil ujian nasional. Misalnya untuk jurusan IPA nilai Unas terbaik jatuh pada Ayin Ria Yufita dari SMAN 1 Blitar dengan nilai 57.15.
�Lalu terbaik Unas SMA IPS jatuh pada Dewi Maulidiyah dari SMAN 1 Pandaan dengan nilai 54.75 dan terbaik Unas SMA Bahasa jatuh pada Wahyu Nilan Sari dari SMAN 3 Sidoarjo dengan nilai 53.55,� katanya.
Evaluasi
Suwanto mengakui jatuhnya nilai Unas tahun ini hendaknya bisa menjadi pelajaran bagi semuanya. �Walaupun ini menjadi pekerjaan rutin tapi tolong dipersiapkan dengan serius sebab ini menyangkut persiapan generasi bangsa. Kita semua tahu tantangan ke depan makin ketat sehingga kita dituntut melakukan peningkatan pembinaan generasi bangsa dengan semakin keras,� tukasnya.
Kepada kepala dinas pendidikan, kepala sekolah, guru, dan para orang tua juga diharapkan ikut bersama-sama memikirkan mengapa nilai kelulusan anak-anak kita mengalami penurunan dibanding tahun lalu. �Ini semua harus kita terima sebagai fakta yang harus dijadikan bahan untuk melakukan perbaikan-perbaikan ke depan, untuk introspeksi, apa kira-kira pada saat tahun lalu ini ada kekurangan,� katanya.
Ditanya bagaimana dengan kasus di SMAN 2 Ngawi dan SMAN 1 Wungu Madiun, dengan lugas Suwanto menjelaskan bahwa hasil verifikasi yang dilakukan pihak Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) menyatakan ada pola pengerjaan yang salah sehingga BPSNP menyatakan tidak sah dan harus mengikuti ujian pengganti yang dilaksanakan pada tanggal 10-15 Juni lalu. �Kita harapkan dalam waktu tidak terlalu lama bisa diumumkan di Kab. Ngawi dan Kab. Madiun. Sekarang ini yang diumumkan adalah yang di luar kedua SMA itu,� ujarnya.
Banyaknya sekolah-sekolah favorit yang jeblok, menurut mantan Bakorwil Madiun itu, disebabkan sekolah-sekolah favorit lengah karena beranggapan sudah berhasil sehingga tidak memacu siswanya untuk terus berprestasi. Sebaliknya sekolah-sekolah yang semula boleh dikatakan levelnya di bawah sekolah yang bagus justru mereka sekarang sudah berusaha keras untuk menaikkan mutu pendidikan di sekolahnya.
�Karena itu saya mengimbau sekolah-sekolah yang sudah berprestasi tolong tidak lengah dan terus melakukan pembinaan kepada siswa,� kata Suwanto.
Saat ditanya adanya pergeseran peringkat terbaik antar kab/kota apakah dipengaruhi oleh besar kecilnya alokasi anggaran pendidikan, dengan diplomatis Suwanto menyatakan anggaran memang menjadi salah satu faktor yang menentukan tapi yang lebih menentukan adalah bagaimana kita membina anak-anak kita dan bagaimana anak-anak bisa belajar dengan betul. �Karena itu yang penting adalah bagaimana kita menyiapkan anak-anak, bagaimana membekali diri dan membuat mereka percaya diri agar tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang belum pasti,� katanya.
Dikatakan, proses pelaksanaan yang ada kekurangan juga tidak bisa dijadikan sebagai satu penyebab jatuhnya hasil Unas. Yang jelas, kata dia, ini fakta yang harus dievaluasi sehingga semua kekurangan itu semua pihak harus berani melakukan perbaikan.(dutamasyarakat)
0 komentar:
Posting Komentar